PENGUATAN MODERASI BERAGAMA: HADAPI TANTANGAN DAN ANCAMAN PAHAM EKSTREM
“Kementerian agama memiliki visi dan misi yang jelas. Bagaimana citra kementerian agama dibangun agar menjadi kementerian yang profesional akan dapat diwujudkan dengan dukungan SDM Kementerian Agama yang profesional”
Demikian disampaikan oleh Pelaksana tugas Sekretaris Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama saat mengisi materi pada Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas Angkatan XVI dan Pelatihan Publikasi Ilmiah Angkatan VII yang diselenggarakan Balai Diklat Keagamaan Denpasar.
Sesban menegaskan bahwa tidak hanya kelembagaan yang dituntut
profesionalitasnya tetapi orang per orang, individu per individu secara
instansi pun baik yang memiliki jabatan struktural maupun fungsional dapat
berlaku profesional dan dapat diandalkan dalam pelaksanaan tugas
sehari-hari.
“Jadi masyarakat yang dibangun adalah masyarakat yang soleh, moderat, dan cerdas serta unggul. Tentu kita berharap masyarakat kita memiliki pengetahuan, wawasan yang baik sehingga memiliki literasi nantinya agar tidak mudah dipengaruhi oleh berita-berita hoax, serta penipuan yang saat ini kita lihat marak menggunakan teknologi komunikasi dan informasi” ungkap Sesban
Untuk menanggulangi hal tersebut, perlu adanya penguatan moderasi beragama
untuk mencegah generasi muda agar terhindar dari paham-paham ekstrem dan tidak
sesuai dengan ajaran agama dan nilai-nilai Pancasila.
“Moderasi beragama mengejawantahkan esensi ajaran agama, melindungi
pemeluk agama, Bagaimana landasannya, berprinsip adil, berimbang, dan menaati
konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa, kita tidak boleh keluar
konstitusi” tegas mantan Direktur PTKI Kemenag RI
Dalam pengimplemantasian Moderasi Beragama, Sesban melanjutkan, terdapat
empat indikator moderasi beragama yakni Komitmen Kebangsaan, Toleransi, Anti
Kekerasan, dan Penerimaan terhadap Tradisi.
Sementara itu, di lain sisi terdapat tiga tantangan dalam moderasi
beragama. Yang pertama tantangan kemanusiaan, yakni berkembangnya cara pandang,
sikap, dan praktik beragama yang berlebihan (ekstrem), yang mengesampingkan
martabat kemanusiaan. Penganggulangan tantangan ini adalah dengan memperkuat
esensi ajaran agama dalam kehidupan bermasyarakat.
Selanjutnya, tantangan yang kedua adalah tantangan keagamaan, yakni
berkembangnya klaim kebenaran subyektif dan pemaksaan kehendak atas tafsir
agama serta pengaruh kepentingan ekonomi dan politik berpotensi memicu konflik.
Penganggulangannya adalah dengan mengelola keragaman tafsir keagamaan dengan
mencerdaskan kehidupan keberagamaan.
“Yang terakhir adalah tantangan kebangsaan, yakni berkembangnya semangat
yang tidak selaras dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai NKRI,
penanggulangannya adalah dengan merawat keindonesiaan” ungkap sesban
Batasan ekstrem adalah apabila atas nama agama mencederai nilai luhur kemanusiaan,
melabrak kesepakatan bersama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, dan melanggar ketentuan hukum yang menjadi panduan bermasyarakat dan
bernegara.
“Apabila berbicara
tupoksi kementerian agama maka yang menjadi prioritas adalah Moderasi Beragama.
Lantas Moderasi beragama menjadi penting karena perbedaan adalah sunnatullah,
keanekagaragaman adalah fitrah bangsa, Pancasila adalah nilai asli masyarakat,
Indonesia terlahir sebagai bangsa yang multiagama, agama mengajarkan nilai-nilai
toleran, menghargai keragaman, dan hidup rukun damai” ungkap sesban di
akhir materi