PENDIDIKAN INKLUSIF DALAM MERDEKA BELAJAR

PENDIDIKAN INKLUSIF DALAM MERDEKA BELAJAR

PENDIDIKAN INKLUSIF DALAM MERDEKA BELAJAR
oleh: Wachidun

PENDAHULUAN

Setiap warga berhak mendapatkan pendidikan dan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya, begitu amanat dari Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2. Sementara itu, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 ayat (1) yang menegaskan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Undang-undang inilah yang menjadi bukti kuat hadirnya pendidikan inklusif di tengah masyarakat.

Setiap anak berbeda dan perbedaan tersebut menjadi kekuatan untuk mengembangkan potensinya. Prinsip tersebut yang coba dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi melalui program pendidikan inklusif. Penyelenggaraan pendidikan inklusif berarti menciptakan sebuah lingkungan agar peserta didik berkebutuhan khusus dapat belajar, bermain dan berinteraksi dengan semua anak. Setiap peserta didik berkebutuhan khusus memiliki program belajar secara individu yang memungkinkan dia mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki sesuai dengan kemampuannya.

Pendidikan inklusif yang terjadi di Indonesia masih mengalami hambatan. Hambatan yang terjadi selama ini adalah kurangnya pengetahuan guru tentang anak berkebutuhan khusus, minimnya keterampilan guru dalam menangani ABK dan sikap guru terhadap ABK yang dilihat masih memandang sebelah mata (Juwono & Kumara, 2011). Sementara itu Sari & Hendriani (2021) menyatakan beberapa hambatan yang dihadapi sekolah dalam penyelenggaraan pendidkan inklusi yang dilansir dari beberapa negara yaitu tenaga pendidik kurang terlatih, stigma negatif, kebijakan otoritas yang kurang aplikatif, kurangnya pengetahuan tenaga pendidik, hambatan aksesibilitas, keterbatasan sumber belajar, dan keterbatasan finansial.

PEMBAHASAN

Konsep Pendidikan Inklusif

Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Staub dan Peck (Effendi, 2013) menjelaskan pendidikan inklusif yaitu menempatkan anak berkebutuhan khusus baik ringan, sedang maupun berat secara penuh di kelas umum atau regular. Pendapat lain diberikan oleh Hildegun Olsen (Tarmansyah, 2007), menjelaskan pendidikan inklusi secara mendalam yakni sekolah yang harus mengakomodasi semua peserta didik tanpa melihat fisik, kecerdasan (intelektual), sosial emosi, bahasa maupun kondisi lainnya. Pengertian ini mencakup berbagai peserta didik baik penyandang disabilitas, berbakat, anak jalanan, anak terpencil, anak dari etnis minoritas, bahasa, hingga anak yang termajinalisasi. Sehingga dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusif adalah sebuah konsep yang menampung semua peserta didik yang mengalami berkebutuhan khusus (ABK) ataupun anak yang memiliki masalah seperti kesulitan membaca ataupun menulis. Semua peserta didik tanpa terkecuali dapat secara mudah mendapatkan pendidikan yang tepat.

Sementar itu menurut Buku Saku Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar (2021) yang dikeluarkan Kemendikbud, pendidikan inklusif adalah sistem pendidikan yang memberikan kesempatan bagi siswa berkebutuhan khusus untuk mengikuti pembelajaran di lingkungan pendidikan yang sama dengan siswa pada umumnya.

Selain itu, pendidikan inklusif juga bisa diartikan sebagai:

pendekatan inovatif dan strategis untuk memperluas akses pendidikan bagi semua ABK.

bentuk reformasi pendidikan yang fokus pada sikap anti diskriminasi, persamaan hak dan kesempatan, serta keadilan dan perluasan akses pendidikan bagi semua.

proses merespon kebutuhan yang beragam dari semua anak melalui peningkatan partisipasi belajar, budaya, dan masyarakat.

Tujuan Pendidikan Inklusif

Pendidikan inklusif menjadi sebuah sistem pendidikan yang mengikutsertakan ABK untuk belajar bersama teman sebayanya di sekolah umum. Meski begitu, pelaksanaan sistem pendidikan ini tidak hanya bertujuan untuk siswa, tapi juga guru dan sekolah.Tujuan pendidikan inklusif menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional.

Bagi anak berkebutuhan khusus, pendidikan inklusif bertujuan agar:

  • Anak merasa menjadi bagian dari masyarakat pada umumnya dan dianggap sama.
  • Anak akan mendapatkan berbagai sumber untuk belajar dan bertumbuh.
  • Meningkatkan harga diri dan rasa percaya diri anak.
  • Memperoleh kesempatan untuk belajar dan berkomunikasi dengan teman sebaya.

Sementara bagi guru, pendidikan inklusif bertujuan untuk:

  • Membantu guru menghargai perbedaan pada siswa, serta mengakui bahwa siswa berkebutuhan khusus juga memiliki kelebihan dan kemampuan.
  • Menciptakan kepedulian akan pentingnya pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus.
  • Memberikan tantangan dalam menciptakan metode pembelajaran baru dan mengembangkan kerjasama dalam memecahkan masalah.

Terakhir, tujuan pendidikan inklusif bagi pihak sekolah antara lain:

  • Memperoleh pengalaman untuk mengatur berbagai perbedaan dalam satu kelas.
  • Mengembangkan apresiasi bahwa setiap siswa mempunyai keunikan dan kelebihan yang berbeda-beda.
  • Meningkatkan rasa empati dan kepekaan terhadap keterbatasan siswa.
  • Meningkatkan kemampuan untuk membantu dan mengajar semua siswa di kelas.

Jadi, pendidikan inklusif tidak hanya ditujukan untuk siswa berkebutuhan khusus saja. Setiap warga sekolah mendapatkan tujuan dan fungsinya masing-masing dalam sistem pendidikan ini.

Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Nomor 157 tahun 2014 tentang Kurikulum Pendidikan Khusus mengelompokkan anak berkebutuhan khusus menjadi beberapa jenis, yaitu:

Nama

Keterangan

Tunanetra

Memiliki hambatan dalam penglihatan

Tunarungu

Memiliki hambatan dalam pendengaran

Tunagrahita

Memiliki hambatan fungsi kecerdasan intelektual dan adaptasi tingkah laku

Tunadaksa

Memiliki gangguan bentuk atau hambatan gerak pada otot, sendi, dan tulang.

Tunalaras

Memiliki hambatan dalam mengendalikan emosi dan control emosi.

Berkesulitan belajar/lamban belajar

Memiliki keterlambatan dalam proses pemahaman belajar

Autis

Memiliki gangguan perkembangan syaraf yang kompleks

Memiliki gangguan motorik

Memiliki kondisi saraf motorik yang rusak yang mengakibatkan sulit berjalan, berbicara, bahkan bernafas.

Menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang, dan zat adiktif lain.

-

Memiliki kelainan lain

-


Meskipun memiliki perbedaan, siswa berkebutuhan khusus tidak mendapatkan perlakuan istimewa dari guru. Mereka mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan siswa lainnya di kelas. Namun, dalam prosesnya, mereka akan diawasi oleh pendamping khusus. Dengan kata lain, pendidikan inklusif melatih keberagaman dan sikap toleransi antarsiswa. Mereka harus saling menghargai di tengah perbedaan yang ada.Melalui sistem pendidikan ini, setiap siswa bisa mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan khususnya. Sehingga, terbuka akses pendidikan yang bermutu seluas-luasnya bagi mereka, tanpa adanya diskriminasi.

Prinsip-prinsip Pendidikan Inklusif

Berdasarkan Pedoman Umum Penyelenggaran Pendidikan Inklusif (2011), ada lima prinsip pelaksanaan pendidikan inklusif, di antaranya:

  • Prinsip pemerataan dan peningkatan mutu

Pendidikan inklusif menjadi salah satu upaya pemerataan kesempatan pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan yang memungkinkan semua anak mendapatkan akses yang sama dan menghargai perbedaan.

  • Prinsip keberagaman

Memahami adanya perbedaan individu dari sisi kemampuan, bakat, minat, dan kebutuhan siswa, sehingga pembelajaran bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik mereka.

  • Prinsip kebermaknaanPendidikan inklusif harus menciptakan dan menjaga kondisi kelas yang menerima dan menghargai perbedaan, serta bermakna bagi kemandirian siswa.

    Prinsip keberlanjutan

    Pendidikan inklusif dilaksanakan secara berkelanjutan pada semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan.

    Prinsip keterlibatan

    Seluruh komponen pendidikan yang terkait seperti peserta didik, tenaga pendidik, kurikulum, kegiatan pembelajaran, penilaian, serta sarana dan prasarana harus dilibatkan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif.

    Setelah memahami prinsip pendidikan inklusif, diharapkan setiap komponen yang terlibat bisa melaksanakannya secara maksimal.

    Nah, dari awal, pembahasan kita mengacu pada Undang-Undang dan peraturan pemerintahan Indonesia. Tapi sebenarnya, bagaimana penerapan pendidikan inklusif ini di lapangan?

    Penerapan Pendidikan Inklusif

    Pendidikan inklusif di Indonesia sudah dikembangkan sejak lama. Hal ini terbukti pada periode 1980-1990, pendidikan bagi ABK sudah dikelompokkan secara khusus. Pemerintah pun mulai membuka pendidikan khusus untuk tiap-tiap kabupaten atau kota.

    Pada tahun 1990 sampai 2000, berkembang pemahaman antarmasyarakat dunia bahwa pendidikan adalah untuk semua orang. Sejak saat itu, sekolah-sekolah umum secara bertahap mulai menerima anak-anak berkebutuhan khusus.

    Sampai saat ini, dukungan untuk ABK terus diwujudkan melalui pembangunan unit Sekolah Luar Biasa dan pengembangan Sekolah Inklusi di daerah-daerah.

    Sayangnya, menurut Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kemendikbud Ristek, Dr. Samto, pada Republika, sebesar 35% ABK di Indonesia belum mendapatkan pelayanan pendidikan yang terbaik di tahun 2021. Hal ini disebabkan karena hanya ada sekitar 2.000 sekolah berkebutuhan khusus.

    Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2021, ada 2.250 sekolah untuk ABK di berbagai jenjang pendidikan. Dari jumlah itu, sebanyak 2.017 adalah SLB.

Problematika Implementasi Pendidikan Inklusif di Indonesia

Belum semua sekolah di Indonesia siap untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi. Hal tersebut disebabkan oleh kendala – kendala yang muncul dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif sehingga menjadi problematika bagi sekolah-sekolah di Indonesia yang akan menyelenggarakan pendidikan inklusif tersebut. Problematika sekolah-sekolah penyelenggara pendidikan inklusif di Indonesia diantaranya: 1. Masih minimnya pemahaman tentang pendidikan inklusif dan implikasinya sehingga implementasi sistem pendidikan inklusif belum optimal; 2. Masih adanya kebijakan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif yang belum tepat di mana guru kelas tidak memiliki tanggung jawab pada kemajuan belajar peserta didik berkebutuhan khusus dan kurangnya koordinasi pihak sekolah dengan tenaga profesional, organisasi atau institusi terkait dalam mengimplementasikan kebijakan sekolah tentang pendidikan inklusif; 3. Masih adanya kesulitan yang ditemui oleh para guru sekolah inklusif dalam merumuskan dan menerapkan kurikulum serta kurangnya koordinasi dalam proses pembelajaran pendidikan inklusif; 4. Masih minimnya kualitas guru pendidikan inklusif di mana guru masih belum sensitif dan proaktif terhadap permasalahan peserta didiknya; 5. Masih minimnya sistem dukungan dari beberapa pihak misalnya orang tua, sekolah khusus, tenaga ahli, dan pemerintah ditambah masih terbatasnya fasilitas sekolah yang menunjang pendidikan inklusif.

Kelima hal tersebut yang menjadi problematika sekolah-sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan inklusi sehingga banyak sekolah yang belum siap untuk menerima anak-anak berkebutuhan khusus untuk sekolah di sekolahnya.

PENUTUP

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami gangguan yang signifikan baik dari aspek psikis, sosial, emosional, dan indrawi yang menghambat proses pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut, sehingga membutuhkan layanan pendidikan khusus untuk mengembangkan potensi kemanusiaaan mereka. Pendidikan Inklusif muncul sebagai suatu layanan pendidikan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di mana penyelenggaraannya dengan cara memadukan anak-anak yang berkelainan atau berkebutuhan khusus bersama anak normal lainnya, menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga yang bersangkutan.

Tujuan pendidikan inklusif yaitu agar semua anak mendapatkan hak pendidikan dan  kedudukan yang sama tak terkecuali bagi mereka yang berkebutuhan khusus. Sekolah reguler yang berorientasi inklusif ini merupakan alat untuk memerangi sikap diskriminasi, menciptakan masyarakat yang ramah, dan mencapai pendidikan bagi semua. Penyelenggaraan sekolah inklusif harus terus dikembangkan demi memberikan ruang gerak, ruang belajar terutama bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus agar mereka tidak dipandang sebelah mata lagi. Untuk itu pemerintah harus betul-betul memperhatikan apa saja kebutuhan mereka, baik dari aspek sarana dan prasana maupun guru pembimbing untuk mereka.

 

 

Referensi:

Databoks Katadata. (2021). Indonesia Punya 2.250 Sekolah untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta.

Direktorat PPK-LK Kemendikbud. (2011). Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Jakarta. Direktorat PPK-LK Kemendikbud

Direktorat Sekolah Dasar Kemendikbud Ristek. (2021). Buku Saku Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar. Jakarta. Direktorat Sekolah Dasar Kemendikbud Ristek

Effendi, Muhammad. (2013). Perspektif Pendidikan Inklusi. Malang. Pendidikan Luar Biasa Universitas Negeri Malang

Irdamurni. (2019). Pendidikan Inklusif: Solusi Dalam Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus.

Juwono,   I.   D   &   Kumara,   A.   (2011). Pelatihan   Penyusunan   Rancangan Pembelajaran  pada  Guru  Sekolah Inklusi. Studi Kasus Pada SD “X” di Yogyakarta.

Kemendikbudristek. (2021). Terus Perkuat Peran Sekolah Inklusif. Jakarta. Republika

PGSD Binus. (2017). Pendidikan Inklusi. Jakarta. PGSD Binus

Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Nomor 157 tahun 2014 tentang Kurikulum Pendidikan Khusus

Pusat Data dan Statistik Kemendikbud. (2016). Gambaran Sekolah Inklusif di Indonesia, Tinjauan Sekolah Menengah Pertama. Jakarta. Pusat Data dan Statistik Kemendikbud

Sari & Hendriani. (2021), Hambatan Pendidikan Inklusi dan Bagaimana Mengatasinya: Telaah Kritis Sistematis dari berbagai negara, diunduh pada tanggal 27 Oktober 2022 di https://ejournal.umm.ac.id/index.php/jipt/article/view/14154

Tarmansyah. (2007). Inklusi Pendidikan Untuk Semua. Jakarta: Depdiknas

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Zenius untuk Guru. (2022). Pendidikan Inklusif di Indonesia. Diakses tanggal 19 Desember 2022 dari https://www.zenius.net/blog/pendidikan-inklusif