Kapus Diklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan: Efektifitas pelatihan untuk menjembatani kebutuhan pendidikan yang dinamis
  • BDK Denpasar
  • 15 November 2022
  • 121x Dilihat
  • Berita

Kapus Diklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan: Efektifitas pelatihan untuk menjembatani kebutuhan pendidikan yang dinamis

Menyandang predikat sebagai guru agama tidaklah mudah, karena ketika melekat simbol agama di diri kita ada beban psikologis dan moral yang kita sandang.  Ibarat cermin, bahwa sandangan agama yang melekat pada guru akan selalu memancarkan seberapa baik seorang guru melaksanakan tugas-tugas pembelajaran.

Demikian disampaikan oleh Kepala Pusdiklat Tenaga Pendidikan dan Keagamaan  Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Dr. Mastuki HS., M.Ag saat memberikan materi Pembangunan Bidang Agama dalam Pelatihan Jarak Jauh Metodologi Pembelajaran Angkatan XI dan XII

“Menyandang gelar sebagai guru agama,  harus dapat merefleksikan sikap-sikap keagamaan  dan nilai-nilai agama yang kita anut. Apapun agama yang dianut, nilai-nilai agama khususnya oleh masyarakat Indonesia sangat dijunjung tinggi dan ini yang menjadikan pendidikan agama di sekolah atau madrasah menjadi sangat fundamental bahkan substansial, karena agama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat dan kehidupan kebangsaan.  Dari sinilah kita mengetahui hubungan antara agama dan negara yang sangat erat terjalin dalam konteks kebangsaaan Indonesia”, jelas Kapus Diklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan.

Lantas bagaimana Relasi antara negara dan agama dalam konteks bingkai NKRI dan bagaimana memposisikan agama dan negara dengan baik dan proposional?

Soal agama sangat penting dan fundamental bahkan krusial sehingga dengan isu agama saja dapat menimbulkan konflik dan pepecahan jika tidak dimanage dengan baik. Dalam hal ini Bangsa Indonesia harus bersyukur dan banyak belajar dari founding fathers yang memiliki kearifan yang luar biasa, sehingga dengan sikap kebangsaan mereka, kenegarawan mereka , akhirnya melahirkan kesepakan yang menjadi landasan agama.

Negara Indonesia bukan negara theokratis (negara yang  dibentuk berdasarkan agama) dan bukan pula negara sekuler (negara yang memisahkan antara urusan agama dan urusan negara).  Latar belakang Bangsa Indonesia dan didukung oleh gagasan cerdas founding fathers kita yang akhirnya melahirkan Pancasila sebagai melting pot (titik temu) antara kemajemukan agama-agama yang ada yang akhirnya dinaungi oleh Pancasila. Pancasila mengakui dan memfasilitasi kehidupan umat beragama dan  negara hadir untuk memfasilitasi kehidupan keagamaan dan umat Bergama dapat menjalankan kewajiban sesuai agama yang dianutnya.

“Disinilah terlihat mandat utama yang diberikan kepada Kementerian Agama adalah untuk dapat menjadi representasi Negara dalam memfasilitasi umat beragamadan ini sejalan dengan visi kementerian agama yakni selain meningkatkan kualitas kesalehan umat beragama juga memberikan layanan kegamaan yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia”, tutur  Alumni IAIN Malang tersebut

Lebih lanjut lagi, Mastuki secara gamblang menegaskan bahwan Pembangunan Bidang Agama menjadi bagian yang sangat penting. Saat ini Indonesia masuk ke dalam lingkaran negara-negara yang mengalami pertumbuhan cepat, bahkan akibat pandemic, Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami ketahanan terhadap pandemic yang sangat baik dan bahkan sangat dihormati dikalangan negara-negara maju, maka pembangunan material (pembangunan fisik yang meliputi  politik, sosial, ekonomi, pertahanan, dan keamanan serta pembangunan moral dan spiritual (non fisik yang meliputi ideology, budaya dan agama)  selalu berkaitan satu dengan yang lain

“Satu hal yang dimiliki bangsa Indonesia yang tidak dimiliki bangsa lain adalah Bangsa Indonesia memiliki Ideologi yang sangat kokoh ditengah kemajemukan bangsa dan keragaman budaya. Kini, cara yang nyata dalam merawat keberagaman adalah menjadikan Indonesia sebagai rumah bersama dengan menghargai perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan  (SARA), membangun dialog dan kerjasama antar agama dan antar budaya , menolak intoleransi dan radikalisme, dan mengarusutamakan sikap moderat”, ungkap Mantan Kepala Biro HDI Setjen Kemenag RI tersebut

Lalu bagaimana relasi antara agama dan negara dikaitkan dengan pembelajaran agama di sekolah atau madrasah. Guru harus mampu menggunakan metodologi pembelajaran yang tepat untuk memberikan materi terutama berkaitan dengan pendidikan agama kepada para peserta didik. Metodologi pembelajaran yang digunakan harus variatif dan kontekstual, apalagi dikaitkan dengan kurikulum merdeka.

Di akhir pemberian materi , Mastuki menjelaskan bahwa Pelatihan – pelatihan yang diikuti oleh ASN Kemenag bertujuan untuk meyiapkan SDM, yakni guru-guru untuk menerapkan pembelajaran dengan konsep kontekstual learning dengan tujuan agar guru memiliki perspektif yang luas dalam kaitannya dengan pembelajaran agama di kelas.

“Pelatihan yang diikuti harus menjembatani kebutuhan yang didasarkan pada perkembangan pendidikan terus dinamis, di kurikulum merdeka ini menyasar dua objek utama yakni guru dan muridnya.  Peran guru sangat vital dalam proses pembelajaran, bahkan melebihi metodologi yang diterapkan. Kita harapkan pelatihan yang kita jalankan akan terus disesuaikan dengan dinamika pendidikan yang ada. Selain itu pelatihan juga diharapkan dapat mengkombinasikan pendidikan dan keagamaan adalah ranah yang menyatu yakni pendidikan agama di sekolah dimana tidak hanya disosialisasikan tetapi juga diinternalisasikan”, tegas Mastuki di akhir materi.