Kapus Diklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan: Efektifitas pelatihan untuk menjembatani kebutuhan pendidikan yang dinamis
Menyandang predikat sebagai guru agama tidaklah mudah,
karena ketika melekat simbol agama di diri kita ada beban psikologis dan moral
yang kita sandang. Ibarat cermin, bahwa
sandangan agama yang melekat pada guru akan selalu memancarkan seberapa baik seorang
guru melaksanakan tugas-tugas pembelajaran.
Demikian disampaikan oleh Kepala Pusdiklat Tenaga
Pendidikan dan Keagamaan Badan Litbang
dan Diklat Kementerian Agama RI, Dr. Mastuki HS., M.Ag saat memberikan materi
Pembangunan Bidang Agama dalam Pelatihan Jarak Jauh Metodologi Pembelajaran
Angkatan XI dan XII
“Menyandang gelar sebagai guru agama, harus dapat merefleksikan sikap-sikap
keagamaan dan nilai-nilai agama yang
kita anut. Apapun agama yang dianut, nilai-nilai agama khususnya oleh
masyarakat Indonesia sangat dijunjung tinggi dan ini yang menjadikan pendidikan
agama di sekolah atau madrasah menjadi sangat fundamental bahkan substansial,
karena agama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat dan kehidupan
kebangsaan. Dari sinilah kita mengetahui
hubungan antara agama dan negara yang sangat erat terjalin dalam konteks
kebangsaaan Indonesia”, jelas Kapus Diklat Tenaga Teknis Pendidikan dan
Keagamaan.
Lantas bagaimana Relasi antara negara dan agama dalam konteks
bingkai NKRI dan bagaimana memposisikan agama dan negara dengan baik dan
proposional?
Soal agama sangat penting dan fundamental bahkan krusial
sehingga dengan isu agama saja dapat menimbulkan konflik dan pepecahan jika
tidak dimanage dengan baik. Dalam hal ini Bangsa Indonesia harus bersyukur dan
banyak belajar dari founding fathers
yang memiliki kearifan yang luar biasa, sehingga dengan sikap kebangsaan
mereka, kenegarawan mereka , akhirnya melahirkan kesepakan yang menjadi
landasan agama.
Negara Indonesia bukan negara theokratis (negara yang dibentuk berdasarkan agama) dan bukan pula
negara sekuler (negara yang memisahkan antara urusan agama dan urusan negara). Latar belakang Bangsa Indonesia dan didukung
oleh gagasan cerdas founding fathers
kita yang akhirnya melahirkan Pancasila sebagai melting pot (titik temu) antara
kemajemukan agama-agama yang ada yang akhirnya dinaungi oleh Pancasila.
Pancasila mengakui dan memfasilitasi kehidupan umat beragama dan negara hadir untuk memfasilitasi kehidupan keagamaan
dan umat Bergama dapat menjalankan kewajiban sesuai agama yang dianutnya.
“Disinilah terlihat mandat utama yang diberikan kepada
Kementerian Agama adalah untuk dapat menjadi representasi Negara dalam
memfasilitasi umat beragamadan ini sejalan dengan visi kementerian agama yakni selain
meningkatkan kualitas kesalehan umat beragama juga memberikan layanan kegamaan
yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia”, tutur
Alumni IAIN Malang tersebut
Lebih lanjut lagi, Mastuki secara gamblang menegaskan
bahwan Pembangunan Bidang Agama menjadi bagian yang sangat penting. Saat ini
Indonesia masuk ke dalam lingkaran negara-negara yang mengalami pertumbuhan
cepat, bahkan akibat pandemic, Indonesia merupakan salah satu negara yang
mengalami ketahanan terhadap pandemic yang sangat baik dan bahkan sangat
dihormati dikalangan negara-negara maju, maka pembangunan material (pembangunan
fisik yang meliputi politik, sosial,
ekonomi, pertahanan, dan keamanan serta pembangunan moral dan spiritual (non
fisik yang meliputi ideology, budaya dan agama)
selalu berkaitan satu dengan yang lain
“Satu hal yang dimiliki bangsa Indonesia yang tidak
dimiliki bangsa lain adalah Bangsa Indonesia memiliki Ideologi yang sangat
kokoh ditengah kemajemukan bangsa dan keragaman budaya. Kini, cara yang nyata
dalam merawat keberagaman adalah menjadikan Indonesia sebagai rumah bersama
dengan menghargai perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), membangun dialog dan kerjasama antar
agama dan antar budaya , menolak intoleransi dan radikalisme, dan mengarusutamakan
sikap moderat”, ungkap Mantan
Kepala Biro HDI Setjen Kemenag RI tersebut
Lalu bagaimana relasi antara agama dan negara dikaitkan
dengan pembelajaran agama di sekolah atau madrasah. Guru harus mampu
menggunakan metodologi pembelajaran yang tepat untuk memberikan materi terutama
berkaitan dengan pendidikan agama kepada para peserta didik. Metodologi
pembelajaran yang digunakan harus variatif dan kontekstual, apalagi dikaitkan
dengan kurikulum merdeka.
Di akhir pemberian materi , Mastuki menjelaskan bahwa Pelatihan
– pelatihan yang diikuti oleh ASN Kemenag bertujuan untuk meyiapkan SDM, yakni
guru-guru untuk menerapkan pembelajaran dengan konsep kontekstual learning dengan
tujuan agar guru memiliki perspektif yang luas dalam kaitannya dengan
pembelajaran agama di kelas.
“Pelatihan yang diikuti harus menjembatani kebutuhan yang
didasarkan pada perkembangan pendidikan terus dinamis, di kurikulum merdeka ini
menyasar dua objek utama yakni guru dan muridnya. Peran guru sangat vital dalam proses
pembelajaran, bahkan melebihi metodologi yang diterapkan. Kita harapkan
pelatihan yang kita jalankan akan terus disesuaikan dengan dinamika pendidikan
yang ada. Selain itu pelatihan juga diharapkan dapat mengkombinasikan
pendidikan dan keagamaan adalah ranah yang menyatu yakni pendidikan agama di
sekolah dimana tidak hanya disosialisasikan tetapi juga diinternalisasikan”,
tegas Mastuki di akhir materi.